Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2017

Bab 3 : Rombongan Signoe Vitalis

Malam itu aku bermimpi dibawa ke rumah panti. Ketika aku membuka mata di pagi hari, aku hampir tidak percaya kalau aku masih berada di tempat tidur kecilku. Aku merasakan tempat tidur dan mencubit lenganku untuk melihat apakah itu benar. Ah, ya, aku masih bersama Ibu Barberin. Dia tidak mengatakan apa-apa kepadaku sepanjang pagi, dan aku mulai berpikir bahwa mereka telah membuat gagasan untuk mengusirku. Mungkin dia mengatakan kalau dia bertekad untuk mengasuhku. Tapi saat tengah hari Barberin datang menyuruhku mengenakan topi dan mengikutinya. Aku menatap Ibu Barberin untuk memintanya membantuku. Tanpa diketahui suaminya dia memberiku sebuah tanda untuk pergi bersamanya. Aku mematuhinya. Dia mengetuk bahuku saat aku melewatinya, untuk memberitahuku bahwa aku tidak perlu takut. Tanpa sepatah kata pun aku mengikutinya. Jaraknya agak jauh dari rumah kami sampai ke desa yang ditempuh dengan berjalan. Barberin tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun kepadaku sepanjang perjalanan. Dia...

Bab 2 : Ayah Angkatku

Ibu Barberin mencium suaminya; Aku akan melakukan hal yang sama pikirku sebelum dia mengeluarkan tongkatnya dan menghentikanku. "Apa ini?... Kau sudah mengatakan padaku..." "Baiklah, tapi itu tidak benar... karena..." "Ah, itu tidak benar, eh?" Dia melangkah ke arahku dengan tongkatnya terangkat; Secara naluri aku melangkah mundur. Apa yang sudah kulakukan? Pasti, tidak ada yang salah! Aku hanya akan menciumnya. Aku menatapnya dengan malu-malu, tapi dia berpaling dariku dan bicara dengan Ibu Barberin. "Jadi kau tetap melakukan pancake hari Selasa," katanya. "Aku senang, karena aku sedang kelaparan, jadi apa yang kudapatkan untuk makan malam?" "Aku membuat beberapa pancake dan irisan apel." "Aku mengerti, tapi kau tidak akan memberikan pancake kepada orang yang telah menempuh perjalanan yang jauh sepertiku, kan?" "Aku tidak punya yang lain, Kau mengerti kami tidak menyangka kau akan datang." ...

Bab 1 : Kampung Halaman

Aku adalah seorang anak yang dipungut. Tapi sampai aku berumur delapan tahun kupikir aku memiliki ibu seperti anak-anak lainnya, karena saat aku menangis seorang wanita memelukku erat-erat dalam pelukannya dan mengguncangku dengan lembut sampai air mataku berhenti jatuh mengalir. Aku tidak pernah tidur tanpa dia datang untuk menciumku, dan saat angin desember menghembuskan salju dingin ke kaca jendela, dia akan mengangkat kakiku di antara tangannya yang hangat, sementara dia bernyanyi untukku. Bahkan saat ini aku bisa mengingat lagu yang biasa dia nyanyikan. Jika badai datang saat aku sedang keluar mengurus sapi kami, dia akan berlari menyusuri jalan untuk menemuiku, dan menutupiku kepala serta bahuku dengan rok katunnya sehingga aku tidak basah. Ketika aku bertengkar dengan salah satu anak laki-laki didesa, dia akan menyuruhku menceritakan semua padanya, dan dia akan berbicara dengan baik padaku saat aku salah serta memujiku saat aku benar. Dengan ini dan banyak hal lainnya, dengan ...